JEPARA, WARTAGLOBAL.id --
Pengadilan Negeri (PN) Jepara kembali menggelar sidang kedua kasus dugaan pemerasan disertai kekerasan yang melibatkan terdakwa Harnawi. Sidang yang berlangsung, pada Selasa, 12 November 2024 ini beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari tim kuasa hukum terdakwa terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang digelar di ruang sidang utama PN Jepara, yang beralamat di Jl. K.H. Fauzan No.4, Pengkol, Kec. Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Erven Langgeng Kaseh, S.H., M.H., yang didampingi Hakim Anggota Muhammad Yusuf Sembiring, S.H., dan Joko Ciptanto, S.H., M.H. JPU Linda Ayu Pralampita, S.H., hadir sebagai penuntut dalam perkara ini, sementara Harnawi didampingi oleh tim kuasa hukumnya, Nur Said, S.H., M.H., dan Bambang Budiyanto, S.H.
Dalam dakwaannya, JPU mendakwa Harnawi dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang pemerasan disertai kekerasan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 369 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan alternatif, yang mencakup tuduhan turut serta dalam tindak pidana.
Namun, Nur Said, kuasa hukum Harnawi, secara tegas menyatakan bahwa dakwaan tersebut tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
"Kami selaku kuasa hukum terdakwa Harnawi menyatakan keberatan atas semua dakwaan yang ditujukan kepada klien kami. Semua dakwaan yang dibacakan JPU menurut kami tidak sesuai dengan fakta atau kenyataan yang terjadi," ungkap Nur Said di hadapan awak media usai persidangan.
Nur Said menjelaskan, sebelum kejadian, telah terjadi musyawarah antara kliennya, Harnawi, dan Kepala Desa Teluk Wetan, Budi. Musyawarah tersebut diinisiasi oleh Kepala Desa Telukwetan yang memerintahakan atau meminta tolong kepada Muhammad untuk menghubungi atau menemui terdakwa Harnawi karena Budi santoso kesulitan menghubunginya terdakwa harnawi Menurutnya, musyawarah ini berakhir dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.
Lebih lanjut, Nur Said memaparkan bahwa dalam pertemuan di Nom,e kafe jepara Harnawi sempat menolak amplop yang diduga berisi uang yang diberikan oleh Budi. Ia bahkan meninggalkan lokasi bersama Muhammad, tetapi Budi mengejar dan menyerahkan amplop tersebut secara paksa kepada Harnawi. Kejadian ini, menurut Nur Said, justru menunjukkan bahwa Harnawi tidak melakukan pemerasan atau kekerasan seperti yang dituduhkan JPU.
"Pada saat itu, Harnawi menolak pemberian bungkusan kertas yang diduga berisi uang, dan mengajak Muhammad untuk kembali ke kantor. Namun, Budi mengejar dan menghentikan mobil yang ditumpangi Harnawi dan Muhammad. Secara paksa Budi menyerahkan bungkusan tersebut, lalu langsung pergi, membuat Harnawi kesulitan untuk mengembalikannya," ungkap Nur Said.
Kuasa hukum juga mengungkapkan bahwa Harnawi berencana melaporkan insiden ini sebagai dugaan upaya penyuapan oleh pejabat publik. Namun, sebelum laporan tersebut sempat dibuat, ia justru ditangkap oleh aparat hukum dalam sebuah operasi yang kemudian diberitakan sebagai operasi tangkap tangan (OTT). Nur Said menyebut bahwa pemberitaan OTT tersebut menciptakan kebingungan di masyarakat, seolah-olah Harnawi terlibat tindak pidana tanpa ada dasar yang jelas.
Dalam eksepsi yang dibacakan di hadapan majelis hakim, kuasa hukum Harnawi menyebutkan bahwa pasal yang diterapkan terhadap klien mereka tidak tepat. Ia berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana korupsi justru ada pada pihak yang memberikan uang, yaitu Budi sebagai Kepala Desa, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Nur Said juga menilai bahwa perkara tersebut seharusnya diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jawa Tengah.
"Jika benar ada dugaan tindak pidana mestinya keduanya dalam kategori pemugakatan jahat dan keduanya mesti sama sama diperiksa namun yang terjadi justru sebaliknya , maka sangat tidak tepat dan cenderung dipaksakan, adalin kompetensi kewenangan untuk memeriksa kasus ini ada pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Jawa Tengah, karena melibatkan pejabat publik," jelas Nur Said.
Usai pembacaan eksepsi, Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwa keberatan dari pihak terdakwa telah diterima dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam persidangan selanjutnya. Sidang berikutnya dijadwalkan pada 19 November 2024 dengan agenda jawaban eksepsi dari Jaksa Penuntut Umum.
Dengan adanya keberatan dari tim kuasa hukum, proses hukum ini akan terus bergulir dengan berbagai pertimbangan hukum yang akan menjadi penentu status terdakwa di pengadilan.
(MASKURI)
KALI DIBACA