JEPARA, WARTAGLOBAL.id --
Dunia pendidikan di Kabupaten Jepara kembali tercoreng dengan adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang berkedok sumbangan sukarela di SMP Negeri 1 Bataalit. Sejumlah wali murid mengeluhkan adanya kewajiban pembayaran dengan nominal tertentu yang ditetapkan oleh pihak sekolah dan komite, Minggu (23/2/2025).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, wali murid mengaku diwajibkan membayar sumbangan dengan jumlah yang telah ditentukan. Selain itu, siswa kelas 9 juga dikenakan biaya study tour sebesar Rp 850 ribu, meskipun tidak semua siswa mengikuti kegiatan tersebut.
Bukti kuitansi menunjukkan rincian pungutan sebagai berikut:
Kelas 7: Rp 400 ribu
Kelas 8: Rp 450 ribu
Kelas 9: Rp 350 ribu
Biaya study tour (kelas 9): Rp 850 ribu.
Salah satu wali murid berinisial AG menyatakan bahwa pembayaran ini bersifat wajib dan menjadi syarat pengambilan rapor atau ijazah.
"Setiap siswa wajib membayar uang komite. Pembayaran dilakukan saat pengambilan rapor atau ijazah dan harus lunas. Kalau belum bayar, rapor atau ijazah tidak diberikan," ujar AG kepada wartawan, Jumat (14/2/2025).
AG juga mengungkapkan bahwa banyak wali murid sebenarnya keberatan, tetapi takut anak-anak mereka diperlakukan tidak adil oleh pihak sekolah.
"Kami takut kalau protes, nanti anak kami jadi sasaran. Akhirnya, meskipun berat, tetap kami bayar," tambahnya dengan nada kecewa.
Dugaan pungli ini melibatkan Kepala SMP Negeri 1 Batealit, Idda Fitriati, serta Komite Sekolah yang diduga mengatur mekanisme pembayaran sumbangan tersebut.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMP Negeri 1 Bataalit membantah adanya unsur pemaksaan dalam pembayaran sumbangan komite.
"Itu salah besar. Pertemuan komite sudah sesuai prosedur. Ada rekening komite, dan dana tersebut digunakan untuk pembangunan aula terbuka secara bertahap," ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (18/2/2025).
Namun, ketika wartawan mencoba menggali lebih dalam terkait kewajiban pembayaran tersebut, kepala sekolah justru memilih untuk memblokir kontak wartawan di WhatsApp.
Kasus ini mencuat pada awal tahun 2025 dan terjadi di SMP Negeri 1 Batealit, Kecamatan Bataalit, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Pungutan yang dilakukan oleh sekolah dan komite bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menyebutkan bahwa sumbangan sekolah harus bersifat sukarela, tidak boleh ditentukan jumlahnya, dan tidak boleh bersifat wajib.
Selain itu, praktik ini juga melanggar Surat Edaran Kementerian Pendidikan yang menegaskan bahwa pungutan tidak boleh menjadi syarat kelulusan atau pengambilan dokumen akademik siswa.
Hingga saat ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Jepara belum memberikan tanggapan resmi terkait kasus ini. Sebelumnya, Komisi C DPRD Jepara, yang membidangi pendidikan, telah mengadakan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan, Kepala Bidang SD dan SMP, serta Sakordikcam untuk menanggulangi praktik pungli di sekolah-sekolah.
"Sudah dilakukan koordinasi untuk menanggulangi pungli di sekolah, tetapi masih saja terjadi pelanggaran seperti ini. Kami akan menindaklanjuti laporan ini," ujarnya dalam pernyataan kepada media.
Sementara itu, saat awak media mencoba mengkonfirmasi Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Jepara, Ali Hidayat, ia hanya mengirimkan file PDF berisi Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 dan surat edaran terkait sebagai jawaban singkat kepada wartawan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah belum memberikan tanggapan lebih lanjut.
Kasus ini memicu desakan dari masyarakat agar kepala sekolah dan komite dinonaktifkan serta dilakukan audit terhadap penggunaan dana yang telah dikumpulkan.
Selain itu, wali murid berharap aparat hukum, Ombudsman, dan Inspektorat Daerah turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan pungli ini.
Apakah pihak berwenang akan menindaklanjuti kasus ini, atau justru membiarkannya berlalu begitu saja?.
(Maskuri)
KALI DIBACA