
KARANGANYAR, WARTAGLOBAL.id --
Polres Karanganyar tengah melakukan penyelidikan intensif terhadap dugaan penipuan berkedok investasi bodong yang dilakukan oleh Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN). Hingga kini, penyidik telah menerima 73 laporan dari korban, dan jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah.
Kasatreskrim Polres Karanganyar AKP Bondan Wicaksono menjelaskan bahwa korban tersebar di berbagai daerah di Jawa Tengah, termasuk Karanganyar, Boyolali, Solo, Sragen, Klaten, dan Sukoharjo. Mengingat cakupan kasus yang meluas, Polres Karanganyar turut berkoordinasi dengan Polda Jawa Tengah untuk penanganan lintas wilayah.
"Modusnya adalah investasi fiktif. Korban dijanjikan keuntungan tetap dari dana yang mereka tanamkan. Namun hingga batas waktu yang dijanjikan, tidak ada keuntungan yang dibayarkan," ujar Bondan, Selasa (15/7/2025).
Nilai investasi para korban bervariasi, mulai dari jutaan hingga miliaran rupiah. Para korban mayoritas merupakan pensiunan PNS, guru, serta masyarakat umum. Hingga saat ini, belum ditemukan adanya pejabat yang menjadi korban.
Kapolres Karanganyar AKBP Hadi Kristanto turut mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat. Ia menekankan pentingnya memverifikasi legalitas lembaga investasi melalui instansi terkait sebelum bergabung.
"Jangan mudah tergiur. Selalu cek legalitas ke instansi resmi seperti dinas koperasi atau perizinan. Jika ragu, konsultasikan dengan Babinkamtibmas atau Sat Bimas Polres," pesannya.
Kasus ini mencuat setelah puluhan anggota koperasi mendatangi Polres Karanganyar pada Rabu (8/7/2025) guna melaporkan pendiri Koperasi BLN, Nicholas Nyoto Prasetyo alias Nico, atas dugaan penipuan dan penggelapan. Menurut Koordinator Korban BLN Karanganyar, Larmanto (52), koperasi ini sudah berjalan sejak 2016 dan sempat lancar membayarkan imbal hasil hingga awal 2024.
Namun sejak Maret 2025, pembagian keuntungan mulai macet. Larmanto menyebut timnya mengalami kerugian hingga Rp4 miliar, sementara korban lainnya bahkan mengaku kehilangan hingga Rp4,4 miliar. Modus awal investasi dinamai "Si Pintar", lalu digantikan dengan skema "Si Jangkung" yang menawarkan imbal hasil lebih kecil. Ketika korban menuntut pengembalian dana, pihak koperasi justru menawarkan penggantian melalui token digital—solusi yang ditolak para anggota.
“Kami menolak token. Kami hanya ingin uang kami dikembalikan. Karena tidak ada titik temu, kasus ini kami laporkan ke kepolisian,” ujar Larmanto yang mengaku telah menanamkan Rp540 juta di koperasi tersebut.
Sebagai bentuk keseriusan, para korban melaporkan kasus ini secara serentak di empat wilayah: Karanganyar, Sragen, Wonogiri, dan Solo. Mereka berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan kepada para korban. (Joko S)
KALI DIBACA