SEMARANG, WARTAGLOBAL.id -- Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) turun ke jalan untuk menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Kamis (31/10/2024).
Massa buruh yang berasal dari berbagai federasi pekerja dari daerah Kendal, Demak, Jepara, Pati, Semarang dan Grobogan berkumpul dengan tuntutan utama mereka, yakni kenaikan upah minimum sebesar 10% pada tahun 2025 serta pencabutan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Dalam aksi tersebut, para buruh mengenakan seragam dari federasi masing-masing sambil membawa spanduk dan poster berisi tuntutan, diantaranya Naikkan Upah Minimum 2025 sebesar 10% dan Cabut Omnibus Law UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Terdapat Mobil komando dihadirkan untuk memimpin yel-yel dan orasi yang diteriakkan dengan lantang di depan gedung dewan.
Koordinator lapangan ABJAT, Lukmanul Hakim, mengungkapkan bahwa aksi kali ini bertepatan dengan agenda uji materiil UU Omnibus Law yang sedang disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 31 Oktober ini.
“Hari ini adalah momentum penting bagi para pekerja. Kami mengangkat dua isu utama, yaitu pencabutan UU Omnibus Law dan permintaan kenaikan upah minimum,” jelas Lukman.
Menurut Lukman, gugatan terhadap UU Omnibus Law ini mencakup berbagai aspek yang dinilai merugikan pekerja, seperti ketentuan terkait tenaga kerja asing, sistem outsourcing, status pekerja kontrak, dan aturan pengupahan.
Ia menekankan bahwa UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945, dan berharap MK dapat memutuskan perkara tersebut dengan memenangkan pihak buruh.
"Kami meminta dan menuntut MK untuk memutuskan dengan adil, berpihak kepada pekerja," tegasnya.
Selain itu, ABJAT juga mendesak agar pemerintahan yang baru tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 untuk menetapkan upah pekerja.
Sebagai gantinya, mereka menuntut adanya kenaikan sebesar 10%, dengan alasan bahwa berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Jawa Tengah, kenaikan tersebut masih di bawah rata-rata kebutuhan sebesar 17%.
"Kami hanya meminta kenaikan 10% agar industri tetap berjalan dengan baik dan pekerja mendapatkan upah layak," ungkap Lukman.
(eko bhaktianto)
KALI DIBACA