JEPARA, WARTAGLOBAL.id --
Pengadilan Negeri (PN) Jepara menggelar sidang perdana kasus dugaan pemerasan disertai kekerasan dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Harnawi, Selasa (5/11/2024).
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Erven Langgeng Kaseh, S.H., M.H., didampingi Hakim Anggota Muhammad Yusuf Sembiring, S.H., dan Joko Ciptanto, S.H., M.H., dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Linda Ayu Pralampita, S.H., membacakan dakwaan kepada terdakwa yang didampingi oleh tim kuasa hukumnya, Nur Said, S.H., M.H., dan Bambang Budiyanto, S.H.
Dalam dakwaan yang disampaikan oleh JPU, Harnawi dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan disertai kekerasan juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.
Terkait dengan dakwaan tersebut, Nur Said, kuasa hukum Harnawi, dengan tegas menyatakan keberatan. Menurutnya, semua dakwaan yang ditujukan kepada kliennya tidak sesuai dengan fakta dan realita yang sebenarnya.
"Kami selaku kuasa hukum terdakwa Harnawi menyatakan keberatan atas semua dakwaan yang ditujukan kepada klien kami. Semua dakwaan yang dibacakan JPU menurut kami tidak sesuai dengan fakta atau kenyataan yang terjadi," kata Nur Said kepada awak media, Kamis (7/11/24).
Said menjelaskan kronologi peristiwa yang menjadi dasar keberatan pihaknya, sebelum kejadian, telah terjadi musyawarah antara Harnawi dan seorang petinggi Desa Teluk Wetan bernama Budi. Musyawarah ini terjadi setelah Budi merasa kesulitan menghubungi Harnawi, sehingga meminta bantuan dari Muhammad, Kepala Desa Srobyong, untuk mempertemukan keduanya.
"Pada proses amaning, kedua belah pihak telah bermusyawarah, yakni Kepala Desa Teluk Wetan, Budi dengan saudara Harnawi dan pertemuan keduanya menghasilkan mufakat," jelas Said.
Namun, Nur Said mempertanyakan alasan penangkapan kliennya, karena kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan.
Menurutnya, Harnawi sama sekali tidak melakukan pemerasan atau kekerasan seperti yang didakwakan. Said mengungkapkan, dalam pertemuan di sebuah kafe, Harnawi sempat menolak pemberian amplop yang diduga berisi uang dari Budi. Harnawi bahkan sempat meninggalkan lokasi bersama Muhammad, tetapi Budi mengejar dan secara paksa memberikan amplop tersebut.
“Pada saat itu, Harnawi menolak pemberian bungkusan kertas yang diduga berisi uang, dan mengajak Muhammad untuk kembali ke kantor.
Namun, Budi mengejar dan menghentikan mobil yang ditumpangi Harnawi dan Muhammad. Secara paksa, Budi menyerahkan bungkusan tersebut, lalu langsung pergi, membuat Harnawi kesulitan untuk mengembalikannya,” ungkapnya.
Said menambahkan bahwa kliennya sempat berencana melaporkan peristiwa itu sebagai upaya penyuapan. Namun, sebelum sempat melaporkan, mobil yang ditumpangi Harnawi dihentikan oleh aparat hukum dan dilakukan penangkapan seolah-olah terjadi operasi tangkap tangan (OTT).
Tak lama kemudian, berita tentang OTT terhadap Harnawi tersebar di media, yang langsung menghebohkan publik.
Penyebaran informasi yang menyebut Harnawi sebagai pelaku OTT oleh sejumlah media telah memicu kebingungan di masyarakat. Said menyoroti proses hukum yang menurutnya dipenuhi ketidakjelasan sebab akibat, hingga akhirnya Harnawi ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap memiliki niat melakukan tindak pidana.
“Logikanya di mana? Harnawi tidak mengejar Budi atau memaksakan proses amaning. Justru Budi yang meminta bantuan Muhammad untuk bisa bertemu dengan Harnawi. Tetapi, saat kesepakatan hendak dilakukan, kenapa malah terjadi penangkapan?” ujar Said mempertanyakan.
Said dan timnya mengapresiasi sikap bijaksana Hakim Ketua Erven Langgeng Kaseh, S.H., M.H., beserta hakim anggota yang memimpin sidang dengan lancar.
Hakim Ketua telah memberikan waktu kepada pihak kuasa hukum untuk mengajukan eksepsi pada tanggal 12 November 2024 mendatang.
“Hakim Ketua dan tim telah menerima eksepsi dari kami, dan sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan bantahan atas dakwaan pada 12 November 2024,” pungkas Nur Said.
(MASKURI)
KALI DIBACA