Semarang, WARTAGLOBAL.id - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Semarang naik.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menyebut, kasus KDRT dipicu berbagai hal diantaranya karena kondisi ekonomi.
Wilayah dengan kasus KDRT cukup banyak adalah Kemijen dan Sendangguwo.
"Kasus KDRT di dua kelurahan ini banyak, salah satu penyebabnya faktor ekonomi," ungkap Ita, sapaannya, Selasa (29/8/2023).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki menyebutkan, ada 156 kasus KDRT pada 2021. Kemudian, jumlah itu naik menjadi 228 kasus pada 2022. Sedangkan, pada 2023 hingga kini sudah ada 142 kasus.
"Dari 2021 ke 2022 ada kenaikan 40 persen. Secara persentase tinggi. Kita anggap kenaikan itu tinggi. Kami harap angka tidak melebihi kasus di 2022" ujar Ulfi.
Dia menyebut, ada lima prioritas presiden, termasuk penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ada berbagai faktor pemicu diantaranya faktor ekonomi. Maka, Pemerintah Kota Semarang mendorong para ibu mempunyai keahlian kewirausahaan. Dengan keahlian ini, akan ada pendapatan yang membantu ketahanan keluarga.
"Ibu Wali fokus bagaimana ibu-ibu punya kemandirian ekonomi dalam rangka mencegah KDRT," ungkapnya.
Lanjut Ulfi di samping faktor ekonomi, juga dilakukan pencegahan pernikahan anak usia dini. Pernikahan anak ini juga menjadi faktor pemicu KDRT.
Pernikahan anak merupakan pernikahan di usia 18 tahun ke bawah. Dalam undang-undang perkawinan, usia 19 tahun sudah diperbolehkan menikah. Artinya, usia 19 tahun sudah dianggap dewasa dan berhak menikah.
"Dari sisi kami, pemicu KDRT tetap ke ekonomi, perjudian, minuman keras. Itu secara holistik bagaimana memerangi itu untuk mencegah KDRT," ungkap Ulfi.
Ulfi terus mengimbau kepada masyarakat untuk melapor jika mengalami KDRT. Pihaknya tentu melakukan pendampingan melalui rumah duta revolusinmental maupun UPTD dengan mengadirkan psikolog, lawyer, hingga layanan medis. (*)
KALI DIBACA